Beberapa Pandangan Pemikir Marxis mengenai Sastra
0
komentar
1.
Karl Marx
Karl Heinrich
Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan
teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal
semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama
mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat
hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas",
sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis. Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi
dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara.
Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel —
seperti juga leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat
liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa
awal Karl ( wikipedia.org/wiki/Karl_Marx).
Marx terkenal karena analisis nya di
bidang sejarah yang dikemukakan nya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist
Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada
dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.” Marx percaya bahwa
kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas
setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai
revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi) (wikipedia.org/wiki/Karl_Marx).
Marx memandang sastra sebagaimana
politik, ideologi, dan agama adalah wilayah superstruktur, keberadaannya
bertumpu pada basis ekonomi (infrastruktur). sastra haruslah berpijak dari realitas sosio
historis. Realitas sosio historis
ditandai oleh perjuangan kelas, maka sastra harus diletakkan dalam kerangka
perjuangan kelas proletar dalam rangka menghilangkan kelas. karena kelas muncul sebagai akibat pemilikan
pribadi, maka perjuangan kelas proletar lewat sastra juga dalam rangka menghilangkan
pemilikan pribadi (Damono, 1979).
Dalam The German Ideology, Marx (via Faruk, 2003:8) menjelaskan hubungan
antara seni dengan struktur ekonomi masyarakatnya sebagai infrastruktur, dipahami
hanya dalam batas-batas kausalitas ekonomik yang ketat. Sebagai ideologi, seni
dianggap tidak mempunyai otonomi sama sekali. Kehadirannya ditentukan oleh
infrastrukturnya.
2.
Frederick Engels
Menurut Engels, sastra adalah cermin pemantul proses sosial,
tetapi hubungan antara isi sastra (dan filsafat) lebih kaya dan samar-samar
dibandingkan dengan isi politik dan ekonomi. Tendensi politik penulis dalam
sastra, harus disajikan secara tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan si
penulis, semakin bermutulah karya yang ditulisnya. Isi novel (:muatan
ideologis) harus muncul secara wajar dalam situasi dan peristiwa yang ada di
dalamnya. Setiap novelis yang berusaha mencapai realisme harus mampu
menciptakan tokoh-tokoh yang representasif dalam karyanya, sebab realisme
meliputi reproduksi tokoh-tokoh yang merupakan tipe dalam peristiwa yang khas
pula. Di samping itu, menurut Engels, sastra
haruslah tetap menunjukkan keartistikannya, tidak semata-mata alat perjuangan
kelas (Damono, 1979).
Dari pandangan tersebut tampak
bahwa hubungan antara sastra dengan
infrastrukturnya tidak bersifat langsung dan vulgar, tetapi bersifat simbolis
(tersebunyi). Dengan demikian, untuk memahami hubungan tersebut, seorang
pembaca dan peneliti sastra harus menginterpretasikan simbol dan bahasa estetik
yang digunakan pengarang dalam karya sastranya
3.
Georgy Plekanov
Georgy Valentinovich
Plekanov (11 Desember 1857 - 30 Mei 1918), adalah seorang revolusioner sekaligus pendiri
organisasi marxisme pertama di Rusia : Kelompok Emansipasi Buruh (Emancipation of Labour group); dan dikenal sebagai "Bapak
Marxisme Rusia". Karya-karya terbaiknya pada bidang sejarah, filsafat, estetika, sosial, dan politik, khususnya filsafat materialisme historis, merupakan kontribusi
yang sangat berharga bagi perkembangan pemikiran ilmiah dan budaya progresif.
Setelah Kelompok Emansipasi Buruh dibubarkan, Plekanov kemudian bergabung
dengan RSDLP, Partai Demokrasi Sosial Rusia.
Karya-karyanya antara lain adalah Socialism and the Political Struggle (1883), Our Differences (1885), A New Champion of Autocracy
(1889), The
Development of the Monist View of History (1895), Anarchism and Socialism (1895),
Anarkisme dan Sosialisme
(Diterbitkan kembali oleh Ultimus, 2006, Bandung)
(Wikipedia Indonesia), Belinski and Rational Reality
(1897), The
Materialist Conception of History (1891).
Georgei Plekanov menyatakan bahwa
dalam sastra, gagasan yang mengandung
muatan ideologis harus dinyatakan secara figuratif, sesuai dengan kenyataan
yang melingkunginya. Seni adalah cermin kehidupan sosial, tetapi memiliki
insting estetik yang sama sekali nonsosial dan tak terikat pada kondisi sosial
tertentu (Damono, 1979).
Dari pendapat tersebut tampak
bahwa Plekanov memiliki pandangan yang mirip dengan Engels mengenai hubungan
antara sastra dengan infrastrukturnya. Dimensi estetis sastra yang nonsoaial
merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam membaca dan menilai sastra.
4. Leo Tolstoy
Leo
Tolstoy adalah salah seorang sastrawan Rusia terkenal. Nama lengkapnya adalah Lyev Nikolayevich Tolstoy.
Dia lahir di Yasnaya, Tula, Rusia tanggal 28 Agustus 1828 dari sebuah keluarga
ningrat. Sejak umur 9 th orang tuanya meninggal sehingga ia dibesarkan dalam
asuhan bibinya. Meskipun berasal dari keluarga ningrat, Tolstoy tidak menjadi
angkuh dan ingin dihormati, justru sebaliknya ia dikenal sebagai filsuf moral
dan reformator sosial. Pada
saat itu sedang terjadi tekanan revolusi sosial, dimana orang kaya dari
kelompok ningrat hidup dalam kemewahan dan pesta pora. Sementara kaum petani
dan lainnya yang miskin hidup dalam kesengsaraan. Umur 16, Tolstoy kuliah di
Univ. of Kazan, untuk belajar bahasa dan hukum, namun karena bosan ia keluar
dari sekolah itu. Meski demikian, latar belakang pendidikan hukum membuat
Tolstoy mengerti praktek- praktek kehidupan yang menyimpang. Kaum ningrat,
bangsawan kaya yang hidup dalam kemewahan, ternyata tidak selamanya memperoleh
semua kekayaan itu dengan cara yang benar
www.answers.com/topic/leo-tolstoy.htm.
Tolstoy secara luas dianggap sebagai salah
seorang novelis yang terbesar, khususnya karena adi karyanya Perang dan Damai dan Anna Karenina. Dalam cakupan, luasnya, dan gambarannya
yang realistik mengenai kehidupan Rusia, kedua buku ini berdiri pada puncak fiksi realistik. Fiksinya secara konsisten berusaha menyampaikan secara realistik masyarakat Rusia
yang ada pada masanya. Orang-orang
Kosak (1863)
menggambarkan kehidupan dan keadaan bangsa Kosak melalui cerita tentang seorang bangsawan Rusia
yang jatuh cinta dengan seorang gadis Kosak. Anna Karenina (1877)
mengisahkan cerita-cerita perumpamaan tenang seorang perempuan yang berzinah,
yang terjebak oleh kebiasaan dan kepalsuan masyarakat, serta tentang seorang
pemilik tanah yang filosofis (mirip sekali dengan Tolstoy), yang bekerja
bersama-sama dengan para penggarap di ladang dan berusaha memperbarui hidup
mereka (Wikipedia Indonesia).
Karena
berpandangan bahwa sastra harus menyampaikan secara realistik keadaan
masyarakat, maka dia menyatakan bahwa doktrin seni untuk seni harus dihancurkan. Seni harus merupakan monitor dan
propaganda proses sosial (Damono, 1979). Pandangan ini mendukung apa yang sudah
dikemukakan oleh Marx bahwa seni dianggap tidak mempunyai otonomi sama sekali.
Kehadirannya ditentukan oleh infrastrukturnya. Estetika sastra yang dianggap
sebagai ciri yang yang bagi Engels dan Plekanov tidak boleh dilupakan dalam
sastra, bagi Toltoy dianggap tidak penting.
Dalam pandangan Tolstoy tampak
jelas dibedakan antara pandangan seni untuk seni dan seni untuk masyarakat. Pendapatnya
yang tegas bahwa seni untuk seni harus dihancurkan, menunjukkan bahwa kehadiran
seni dalam masyarakat bukanlah semata-mata sebagai karya estetis, tetapi yang
lebih penting sebagai sarana bagi monitor dan propaganda proses sosial. Dalam
hal ini sastra ditempatkan sebagai gejala kedua. Dia hanya dianggap sebagai
sarana atau alat bagi kepentingan sosial, khususnya kampanye (propaganda)
proses sosial, sarana perjuangan kelas menuju masyarakat tanpa kelas.
5. Vladimir Ilyich Lenin
Lenin lahir di Simbirsk, Rusia, sebagai anak dari Ilya Nikolaevich Ulyanov (1831 - 1886), seorang pegawai negeri Rusia yang berjuang untuk meningkatkan demokrasi dan pendidikan bebas untuk semua orang di Rusia (wikipedia.org/wiki Lenin). Lenin
dikenal ebagai seorang pemimpin politik dan
Komunisme di Rusia. Sebagai penganut Karl Marx yang gigih dan setia, Lenin
meletakkan dasar politik yang hanya bisa dibayangkan oleh Karl Marx seorang. Lenin
lahir di Simbirsk (kini ganti jadi Ulyanovsk untuk menghormatinya) pada tahun
1870. Ayahnya seorang pegawai negeri yang patuh tetapi kakaknya Alexander
adalah seorang radikal yang dijatuhi hukuman mati karena ambil bagian dalam
komplotan mau bunuh Tsar. Pada umur dua puluh tiga Lenin sudah menjadi seorang Marxis yang
berkobar-kobar. Bulan Desember 1895 dia ditahan oleh pemerintah Tsar karena
kegiatan revolusionernya dan dijebloskan ke dalam penjara selama empat belas
bulan. Sesudah itu dia dibuang ke Siberia.
Selama tiga tahun di Siberia
(yang tampaknya tidak digubrisnya sebagai siksaan) dia kawin dengan wanita yang
juga berfaham revolusioner dan menulis buku Pertumbuhan Kapitalisme di Rusia. Masa
pembuangannya di Siberia berakhir bulan Februari 1900 dan beberapa bulan
kemudian Lenin melakukan perjalanan ke Eropa Barat. Tak kurang dari tujuh belas
tahun lamanya dia berkelana, menjadi seorang mahaguru revolusioner. Tatkala
Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia dimana Lenin jadi anggota pecah jadi dua
bagian, Lenin jadi pimpinan pecahan yang lebih besar, Bolsheviks.
Perang Dunia I membuka
peluang besar buat Lenin. Perang ini membawa malapetaka baik militer maupun
ekonomi bagi Rusia dan akibatnya menambah ketidakpuasan rakyat kepada sistem
pemerintahan Tsar. Akhirnya pemerintah Tsar ini digulingkan di bulan Maret
tahun 1917 dan untuk sementara waktu tampaknya Rusia dipimpin oleh sebuah pemerintah
demokratis. Begitu mendengar kejatuhan Tsar, Lenin buru-buru pulang ke .Rusia
dan sesampainya di negeri asalnya ia dengan cepat dapat melihat dan mengambil
kesimpulan bahwa partai-partai demokratis --walau sudah mendirikan pemerintahan
sementara-- tak punya daya kekuatan cukup dan kondisi ini sangat baik buat
partai Komunis yang punya pegangan disiplin kuat untuk menguasai keadaan
biarpun anggotanya sedikit. Karena itu Lenin mendorong kaum Bolshevik melompat
kedepan mengguhngkan pemerintahan sementara dan menggantinya dengan
pemerintahan Komunis. Percobaan pemberontakan di bulan Juli tidak berhasil dan
memaksa Lenin menyembunyikan diri. Percobaan kedua di bulan Nopember 1917
berhasil dan Lenin menjadi kepala negara baru.
Selaku kepala pemerintahan,
Lenin keras tetapi di lain pihak dia amat pragmatis. Mula-mula dia ajukan
tekanan yang tak kenal kompromi adanya masa transisi singkat menuju masyarakat
yang ekonominya sepenuhnya berdasar sosialisme. Ketika ini tidak jalan, dengan
luwes Lenin mundur dan mengambil jalan sistem ekonomi campuran
kapitalis-sosialistis. Ini berjalan di Uni Soviet selama beberapa tahun.
Di bulan Mei 1922 Lenin
sakit keras sehingga antara serangan sakit itu hingga wafatnya tahun 1924
praktis Lenin tidak bisa berbuat apa-apa. Begitu wafat, jasadnya dengan cermat
dibalsem dan dipelihara, dibaringkan di musoleum di Lapangan Merah hingga saat
ini. Ciri penting dari Lenin adalah dia seorang yang cepat bertindak sehingga
dialah orang yang mendirikan pemerintahan Komunis di Rusia. Dia menganut ajaran
Karl Marx dan menterjemahkannya dalam bentuk tindakan politik praktis yang
nyata. Sejak bulan Nopember 1917 telah terjadi ekspansi kekuatan Komunis ke
seluruh dunia. Kini, sekitar sepertiga penduduk dunia menganut faham Komunis.
Lenin dikenal sebagai salah seorang marxis
terkemuka, sekaligus juga pemimpin revolusi Rusia. Pandangannya tentang sastra
senada dengan pandangan Tolstoy. Menurutnya, sastra
harus menjadi sebagian dari perjuangan kaum proletar. Sastra harus menjadi
sekrup kecil dalam mekanisme sosial demokratik (Damono, 1979).
Pandangan Lenin mengenai
sastra lebih dikenal sebagai pandangan realisme sosialis –aliran seni marxis
yang lahir di Rusia-, yang mencoba memaparkan realitas yang berusaha membangun
masa depan sosialis dan komunis. Aliran seni realisme sosialis ini berkembang
di Rusia sejalan dengan gerakan sosialis (Kurniawan, 1999:73).
6. Georg Lukacks
Lukacs adalah seorang filsuf dan kririkus sastra
Hungaria, profesor estetika dan filsafat kebudayaan pada Universitas Budapest. Lukacs
menekankan hubungan-hubungan sosial
sebagai dasar estetikanya. Sejak manusia ada, menurutnya, hanya dalam konteks
sosial dan sejarah sajalah estetika tanpa bisa dielakkan dipengaruhi oleh
politik (Kurniawan, 1999:68).
Menurutnya, sastra haruslah dinamis, menata
karakter-karakter dalam perspektif sejarah serta seharusnya meperlihatkan arah,
perkembangan, dan motivasi. Agar sastra menjadi dinamis, gerak sejarah utama
saat itu haruslah diperhitungkan. Gaya sastra kontemporer (abad XX) yang benar,
menurutnya hanyalah realisme sosialis, yang secara praktis berdampingan dengan
gerakan sosialisme. Di samping itu, Lucaks memperkenalkan istilah realisme
kritis, untuk seni yang dipraktikkan oleh para pengarang yang bersimpati pada
sosialisme (Kurniawan, 1999:68).
Realisme kritis yang dianut Lucaks, ingin lebih konsisten
melakukan protes terhadap sistem kapitalisme. Menurutnya, para borjuis dan
kapitalisme sebagai musuh utama. Kapitalisme tidak saja telah membuat
pertentangan kelas yang makin melebar antara pemilik modal dan buruh, tetapi
juga telah memalsukan kesadaran manusia, hingga menilai kehidupan melulu dalam
ukuran-ukuran materi. Dalam masyarakat kapitalis, seni telah direduksi
sedemikian rupa sehinga hanya menjadi komoditas (Kurniawan, 1999:71).
Untuk menjelaskan hubungan antara sastra dengan realitas,
Lucaks memperlakukan karya sastra sebagai refleksi dari sistem yang terbuka.
Artinya, sebuah karya sastra realis harus membukakan pola pokok
kontradiksi-kontradiksi dalam suatu tatanan sosial (Selden, 1991:27). Dalam hal
ini Lukacs mengunakan istilah “refleksi” sebagai ciri khusus keseluruhan
karyanya. Menurutnya, novel mencerminkan realitas, tidak dengan melukiskan
wajah yang hanya tampak di permukaan, tetapi dengan memberikan kepada kita
sebuah perncerminan realitas yang benar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih
dinamik. Mencerminkan realitas, dalam
pengertian Lukacs adalah menyusun “sebuah struktur mental” yang diubah urutannya ke
dalam kata-kata (Selden, 1991:27). Lukacs menyadari bahwa sebagai sebuah
pencerminan, mungkin apa yang digambarkan dalam karya sastra lebih atau kurang
konkret. Namun, menurutnya sebuah novel mungkin membawa pembaca ke arah suatu
pandangan yang lebih konkret kepada realitas, yang melebihi sebuah penangkapan
benda-benda menurut pandangan umum semata-mata. Hal ini karena sebuah karya
sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara terasing, tetapi
merupakan proses hidup yang penuh.
Bagaimanapun juga pembaca selalu sadar bahwa karya sastra itu bukan realitas
itu sendiri, melalinkan lebih merupakan
bentuk khusus yang mencerminkan realitas (Selden, 1991:27).
7. Bertold Brecht
Bertold Brecht adalah salah seorang penyair Jerman dengan nama lengkap Eugen
Bertold Friedrich. Brecht lahir di kota
Augsburg pada 10 Februari 1898. Ia anak seorang direktur perusahaan kertas.
Pada awal kariernya, yakni ketika ia berusia 14 tahun sudah mulai menulis sajak
dengan judul ”Pohon yang Terbakar” (Der brennende Baum).Kemudian dengan menggunakan pseudonim Eugen Brecht ia tulis naskah drama berjudul ”Alkitab”
(Die Bibel) pada majalah sekolah Die Ernte. Pada waktu Perang Dunia I
pecah tahun 1914, Brecht masih duduk di SMA dan mulai aktif menuliskan
sajak-sajak patriotik, juga pada lembaran-lembaran kartu pos. Pada tahun yang sama sajak Brecht pertama
kali dimuat koran lokal Augsburger
Neuesten Nachrichten.
Brecht mulai berkenalan dengan komunisme sejak tahun 1919, namun ia benar-benar mendalami ajaran marxisme pada tahun 1927 dan mulai dianggap sebagai sastrawan kiri yang revolusioner. Meskipun demikian, ia tak pernah menjadi anggota partai. Karya-karyanya baik berupa sajak maupun naskah drama lebih banyak mengusung tema kemanusiaan serta kritik pada kelas borjuis Sejak tahun 1923, nama Brecht mulaidikenal luas di kalangan sastrawan.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Beberapa Pandangan Pemikir Marxis mengenai Sastra
Ditulis oleh Mustopa Almurtaqi Makarima
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://akumenuliskarenaalloh.blogspot.com/2013/04/beberapa-pandangan-pemikir-marxis.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Mustopa Almurtaqi Makarima
Rating Blog 5 dari 5